JAKARTA - Nama lengkapnya Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn Ali ibn Abdullah ibn Musa al-Baihaqi. Ia lahir pada bulan Sya’ban 384 H atau September 994 M di desa Khasraujird, Baihaq, Naisabur. Naisabur adalah salah satu kota utama di wilayah Khurasan Afghanistan, sebuah wilayah yang banyak melahirkan banyak ulama. Al-Baihaqi adalah seorang imam kaum muslimin, dai yang kuat pendirian, faqih, hafidz, ahli ushul fiqh yang cerdas, zahid, qana’ah, dan wara’. Akhlak inilah yang ia pegang hingga wafatnya di usia 74 tahun. Ia wafat pada Sabtu di Naisabur, Iran, 10 Jumadil Ula 458 H 9 April 1066 M. Jenazahnya dibawa ke tanah kelahirannya, Baihaq, dan dimakamkan di sana. Ia adalah ahli hadits yang paling mampu menyatukan perbedaan faham. Ia cepat dalam memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang sangat baik. Salah satu ulama menyebut, al-Baihaqi adalah gunung dari gunung-gunung ilmu. Ia terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fiqih. Dari sinilah kemudian Imam al-Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan fiqih. Ketika berusia 15 tahun, al-Baihaqi telah mendengarkan hadits dari Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-Alawi. Setelah itu, ia berkelana, mencari ilmu ke banyak ulama yang mumpuni pada masa itu. Ia berkelana ke Irak, kota-kota sekitar Irak al-Jibal, dan ke Hijaz. Ia pelajari ilmu hadits, ilal al-hadits, dan fiqh. Di antara guru-guru al-Baihaqi adalah Imam Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-Alawi, Abu Abdillah al-Hakim pengarang kitab al-Mustadrak ala al-Shahihain, Abu Tahir al-Ziyadi, Abu Abdu al-Rahman al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali al-Ruthabari, Hilal ibn Muhammad al-Hafar, Ibnu Busran, al-Hasan ibn Ahmad ibn Farras, Ibnu Ya’qub al-Ilyadi, dan lain-lain Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, Kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. Karya al-Baihaqi membahas sekitar hadits, fiqh, dan aqidah. Beberapa di antaranya adalah al-Sunan al-Kubra, Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar, al-Mabsuth, al-Asma’ wa al-Shifat, al-I’tiqad, Dalail al-Nubuwwat wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah, Syu’ab al-Iman, al-Da’wah al-Kabir, al-Zuhd al-Kabir, Isbat Azab al-Qabr wa Sual al-Malakain, dan Takhrij Ahadis al-Umm. Di antara karya-karya al-Baihaqi, Kitab al-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabad, India, tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku setebal 10 jilid ini pernah memperoleh penghargaan tertinggi. Banyak ulama mengakui bahwa karya Imam al-Baihaqi ini sangat baik dalam hal penyesuaian susunannya maupun mutunya. Dalam karya tersebut, terdapat catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabad itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya. Yang patut dihargai lagi dari kecemerlangan ini adalah karena ia hidup dalam masa yang cukup berat dalam dunia Islam, yakni di masa-masa kemunduran Dinasti Abbasiyah. Al-Baihaqi hidup pada masa disintegrasi setelah Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran. Banyak daerah yang melepaskan diri dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil. Kekacauan acapkali terjadi. Kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu, kaum Muslimin terpecah-belah berdasarkan politik, fiqh, dan pemikiran. Kelompok satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, mencerai-beraikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam al-Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Dibanding ulama lain yang hidup di masa kejayaan keilmuan Islam, Al-Baihaqi justru hidup di masa kejayaan keilmuan Islam mulai surut, bersamaan dengan mulai redupnya kejayaan Dinasti Abbasiyah. Keberhasilan al-Baihaqi menunjukkan kecemerlangannya adalah mutiara berharga dalam dunia keilmuan Islam, khususnya dalam bidang hadits, fiqh, dan aqidah. Sebuah sumbangsih dan peninggalan berharga. Imam al-Baihaqi mewariskan ilmu-ilmunya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang tidak usai-usai dikaji orang. Sumber sumber Suara Muhammadiyah
Semasahidupnya, Imam al-Baihaqi setidaknya berguru kepada 41 ulama populer.[20] Sebagian besar gurunya bermadzhab Syafi'i. Diantara mereka adalah: 1. Al-Hakim al-Naisaburi (w. 405 H), penyusun kitab al-Mustadrak 'ala al-Shahihain. 2. Ali bin Ahmad bin Abdan al-Syirazy (w. 415 H) 3. Abu Ali al-Roudzibari w. 403 H) 4.
Al-Baihaqi adalah seorang ahli hadis terkemuka dan pengikut Mazhab Syafii. Ia adalah seorang saleh dan sederhana, serta menganut teologi Asyariyah. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad bin al-Husain bin Ali bin Musa al-Khosrujirdi. Untuk belajar hadis, Al-Baihaqi mengembara ke beberapa negara dan belajar pada seratus ulama, antara lain Abu Hasan Muhammad bin Husain al-Alawi dan al-Hakim Abi Abdullah Muhammad bin Abdullah. Karena belajar pada seratus ulama, ia mendapat penghargaan. Menjelang akhir hidupnya, al-Baihaqi pergi ke Nisabur. Di sini ia mengajarkan hadis dan sekaligus menyebarluaskan bukunya. Al-Baihaqi adalah penulis besar. Hal ini terlihat dari karyanya yang jumlahnya demikian banyak. Meskipun dipandang sebagai ahli hadis terkemuka, al-Baihaqi tidak cukup mengenal karya hadis at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Ia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadis atau Musnad Ahmad bin Hanbal Imam Hanbali. Ia menggunakan Mustadrak al-hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Menurut az-Zahabi, seorang ulama hadis, kajian al-Baihaqi dalam hadis tidak begitu besar, tetapi ia mahir meriwayatkan hadis karena ia benar-benar mengetahui sub bagian hadis dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad sandaran rangkaian perawi hadis. Karya al-Baihaqi, Kitab as-Sunan al-Kubra terbit di Hyderabad, India, 10 jilid, 1344–1355 merupakan karya yang paling terkenal. Buku itu mendapat penghargaan yang sangat tinggi. Menurut as-Subki ahli fikih, usul fikih, dan hadis, tidak ada sesuatu yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunan maupun mutunya. Di dalam karya ini ada catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai atau hal lainnya, seperti hadis dan para ahli hadis. Terdapat catatan bahwa sebenarnya hadis tertentu dimasukkan dalam satu atau kumpulan hadis yang lain, yang diakui sah. Selain itu setiap jilid cetakan Hyderabad ini memuat indeks yang berharga mengenai tokoh dari tiga generasi pertama ahli hadis yang mereka jumpai dengan disertai petunjuk periwayatan. Karya lain yang dinilai tinggi adalah Nushus asy-Syafii. Al-Baihaqi adalah tokoh yang pertama kali mengumpulkan susunan fikih Mazhab Syafii. Namun as-Subki menolak pernyataan itu. Ia mengatakan bahwa al-Baihaqi adalah tokoh yang datang kemudian karena kumpulan fikih itu sebenarnya telah tercakup dalam usaha terdahulu, sehingga pekerjaan itu tidak perlu diulang. Menurut as-Subki, usaha yang dilakukan al-Baihaqi bukanlah hal yang baru sama sekali, tetapi merupakan pengembangan dari apa yang sudah ada sebelumnya. Adapun al-Juwaini atau Imam Haramain memuji karya al-Baihaqi karena dukungannya terhadap ajaran-ajaran Imam Syafii. Daftar Pustaka al-Asnawi, Abdurrahim. Thabaqat asy-Syafiiyyah. Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1407 H/1987 M. as-Subki. Thabaqat asy-Syafii al-Kubra. Cairo 1324 H/1906 M. Yafi’i. Mir’at al-amin. Haydarabad 1337 H/1918 M–1339 H/1920 M. Miftah Adebayo Uthman
KumpulanMakalah. Advertisement. Sejarah Perkembangan Kajian Hadis Islam di Indonesia pada Masa Awal - Indonesia adalah negara terbesar berpenduduk Muslim di Dunia. Di Indonesia banyak lembaga pendidikan Islam, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Demikian juga organisasi Islam tersebar di seluruh nusantara.
. Biografi Imam al-Baihaqi Al-Baihaqi adalah Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Aliy ibn Abdullah ibn Musa al-Baihaqi. Seorang ahli fikih yang terkenal dalam madzhab Syafi’i, dan seorang hafizh yang besar. Beliau dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun 384 H, terletak di Naisabur. Beliau meninggal juga disana pada bulan Jumadal Ula tahun 458 Menurut al-Subkiy, al-Baihaqi adalah pembela madzhab Syafi’i dalam hal ushul dan furu’ belajar fikih dari Nashir al-Umari dan belajar ilmu Kalam Madzhab al-Asy’ari. Ia bekerja keras mengarang berbagai macam kitab. Ia adalah ahli Hadits yang paling cakap yang mampu menyatukan perbedaan paham. Ia cepat dalam memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang sangat baik. Al-Baihaqi memperoleh ilmu dari para ulama yang mumpuni pada masanya. Dan hal itu terpantul pada karya-karya al-Baihaqi yang mencerminkan penguasaan dan kecintaannya terhadap sunnah, kecenderungannya pada kebenaran, dan pembelaannya terhadap madzhab Imam Syafi’i. Imam al-Haramain berkata, “Tidaklah Syafi’i akan menjadi madzhab, kecuali jika ia memiliki pendukung yang kuat, dan tidak lain Ahmad bin al-Baihaqi melainkan sebagai pendukung kuat madzhab Syafi’i. Al-Baihaqi berkelana pergi ke Irak, kota-kota sekitar Irak al-Jibal dan ke Hijaz untuk belajar ilmu kepada para ulama. Diantara ilmu yang dikuasai oleh al-Baihaqi antara lain adalah ilmu Hadits, ’ilal al-Hadits,dan Fikih. Diantara para ulama yang menjadi guru dari al-Baihaqi adalah 1. Al-Hakim al-Naisaburi. Imam ahli Hadits pada masanya. Penyusun kitab al-Mustadrak ala al-Shahihain dan kitab ulum al-Hadits, al-Madkhal ila Ma’rifat al-Iklil, Manaqib al-Syafi’i dan sebagainya. 2. Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-Alawi al-Husna al-Naisaburi w. 401 H 3. Abu Abdurrahman al-Sullami Muhammad ibn al-Husain ibn Musa al-Azadi al-Naisaburi 303-412 H. Penyusun kitab Thabaqat al-Shufiyyah. 4. Abu Sa’ad Abd al-Malik ibn Abi Usman al-Khurkusi al-Naisaburi w. 407 H 5. Abu Ishaq al-Thusi Ibrahim ibn Muhammad ibn Ibrahim w. 411 H 6. Abu Muhammad Abdullah ibn Yusuf ibn Ahmad al-Ashfahani, seorang tokoh tasawwuf dan ahli Hadits yang tsiqah. Al-Baihaqi banyak meriwayatkan Hadits darinya. Adapun para murid Imam al-Baihaqi diantaranya 1. Abu Abdullah al-Farawi, Muhammad ibn Fadhl 2. Abu Muhammad Abd al-Jabbar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Baihaqi al-khuwari 3. Abu Nashr ali ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Suja’i 4. Zahir ibn Thahir ibn Muhammad 5. Al-Qadhi Abu Abdullah al-Husain ibn Ali ibn Fathimah al-Baihaqi 6. Isma’il ibn Ahmad al-Baihaqi, anak penyusun kitab Sunan al-Shaghir 7. Abu al-Hasan Abdullah ibn Muhammad ibn Ahmad, cucu laki-laki Imam B. Karya-Karya Imam al-Baihaqi Imam al-Baihaqi banyak menulis karya-karya dalam bidang Hadits, Fikih, dan Aqaid. Diantara karya-karya yang paling penting adalah sebagai berikut 1. Al-Sunan al-Kubra As-Sunan al-Kubra merupakan kitab yang paling terkenal dalam abad ke-5. Kitab ini disusun oleh Imam al-Baihaqi, sebuah kitab hadis hukum yang luas dan baik serta mendapat perhatian yang besar dari mayoritas ulama. Ibnu Salah mengatakan, “Tidak ada sebuah kitab hadis yang lebih lengkap dan mengandung hadis-hadis hukum daripada sunan ini”. Kitab ini diterbitkan di India, dengan disertai fihris daftar nama-nama shahabat dan tabi’ Dalam kitab tersebut, al-Baihaqi mengumpulkan sabda, perbuatan dan persetujuan Nabi saw., hadits mauquf al-Shahabi, dan hadits mursal at-Tabi’i. Kitab ini disusun berdasarkan bab-bab yang fikih. Kitab ini telah diringkas ikhtishar oleh tiga orang yaitu, Ibrahim ibn Ali w. 744 H dalam lima jilid, adz-Dzahabi w. 748H dan Abd al-Wahhab ibn Ahmad asy-Sya’rani w. 974. 2. Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar 3. Al-Mabsuth,berisi perkataan dan teks-teks imam Al-Syafi’i 4. Al-Asma’ wa al-Shifat 5. Al-I’tiqad 6. Dalail al-Nubuwwat wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah 7. Syu’ab al-Iman 8. Manaqib al-Syafi’i 9. Al-Da’wat al-Kabir, memuat do’a-do’a yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw. 10. Al-Zuhud al-Kabir 11. Itsbat Adzab al-Qabr wa sual al-Malakain 12. Takhrij Ahadits al-Umm, kitab ini mentakhrijkan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab al-Umm, karya Imam Syafi’i. C. Setting Sejarah Masa Hidup Imam al-Baihaqi4 Imam al-Baihaqi didaerah wilayah Naisabur, diwilayah Khurasan Afganistan, pada masa disintegrasi daulah Abbasiyyah. Ketika itu kaum muslim terpecah belah berdasarkan politik, fikih dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar yakni, bangsa Ramawi, untuk mencerai-berekan kekrisisan ini Imam Al-Baihaqi hadir sebagai pribadi yang komitmen terhadap ajaran agama. Ia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Pada masa hidup al-Baihaqi, wilayah Khurasan dikuasai oleh dinasti Ghaznawiyah 999-1040 M. Dinasti ini mempunyai peranan penting dalam melakukan islamisasi pada anak benua India Afganistan, India dan Pakistan serta Transaxonia. Daulah Ghoznawiyah dibangun oleh Sebuktigin 366-387 H/ 976-997 M yang berpusat di daerah Ghazna disebelah selatan kota Kabul, Afganistan. Dari semula sebagai penguasa kota Ghazna saja, Sebuktigin kemudian memperluas wilayahnya ke Peshawar dan Punjab setelah mengalahkan konfederasi tiga raja Hindu. Era disintegrasi kekacauan daulah Abbasiyah menampakkan dua kecenderungan yang merupakan kecenderungan abbasiyah yang mengarah pada dua percabangan cosmopolitan Islam dan kultur keagamaan Islam. ketika seni dan arsitektur, syair, sains, dan bentuk-bentuk tertentu dari literature prosa merupakan ekspresi elit istana, rezim, dan elit pemerintah. Perhatian elit istana juga meluas sampai pada sejumlah kajian keagamaan cabang aliran seperti sejarah, kajian politik, filsafat dan teologi dikembangkan di lingkungan istana maupun di lingkungan perkotaan. Kecenderungan kedua, mengarah pada keragaman yang bersifat regional. Ketika Abbasiyah semakin lemah, Samarkand dan Bukhara, Naisabur dan Isfahan, Kairo Fez dan Cordoba menjadi kota-kota baru bagi peradaban Islam dengan menggantikan kedudukan kultur cosmopolitan tunggal yang dikembangkan oleh Abbasiyah, maka masing-masing kota besar tersebut melahirkan corak khusus yang berkenaan dengan motif-motif Islam dan warisan lokal. D. Latar Belakang Penyusunan Kitab al-Sunan al-Shaghir5 Kitab al-sunan al-Shaghir atau al-Sunan al-Shughra, al-Mukhtashar fi al-Furu’, riwayat Abi al-Qasim Zahir ibn Thahir al-Syahami ini oleh al-Baihaqi diperuntukkan bagi orang-orang yang telah benar muqaddimah kitabnya, al-Baihaqi menyatakan bahwa kitabnya tersebut memuat tentang berbagai hal yang harus dilalui oleh mereka yang telah lurus aqidahnya, yaitu memuat tentang ibadah, mu’amalah, munakahat, hudud, siyar, hukumat. Kitab ini juga dimaksudkan oleh al-Baihaqi sebagai bayan secara ringkas terhadap madzhab ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah dalam mengamalkan syari’ah. Al-Sunan al-Shaghir bukanlah ringkasan dari kitab al-Sunan al-Kubra. Tidak semua hadits yang ada didalam kitab al-Sunan al-Shaghir terdapat didalam kitab al-Sunan al-Kubra, begitu juga sebaliknya, Al-Sunan al-Kubra disusun oleh Imam al-Baihaqi dalam rangka membela fikih Imam Syafi’i dan memperkokoh pendapatnya dengan mengemukakan hadits dan syawahid yang banyak jumlahnya dan memenuhi isi kitab al-Kubra. Sedangkan sunan al-Shaghir disusun untuk memenuhi kebutuhan untuk orang yang mencari ilmu dan sebagai tuntunan dalam beramal untuk orang yang telah lurus aqidahnya. E. Sistematika Penulisan Kitab al-Sunan al-Shaghir6 Al-Sunan al-Shaghir memuat hadits-hadits Nabi Saw yang lengkap sanadnya, yaitu dari mulai gurunya al-Baihaqi terus bersambung sampai kepada Rasulullah saw. Tetapi seringkali al-Baihaqi juga menukilkn hadits secara mu’allaq, yaitu hanya mengemukakan rawi tingkat sahabat saja lalu diikuti dengan juga terdapat hadits mursal al-Shahabi dan al-Mauquf al-Tabi’i, terkadang juga pembahasan awalnya diawali dengan menyertakan ayat al-Qur’an, bahkan terdapat juga perkataan ulama, seperti Imam al-Syafi’i, yang ditulis karenanya kitab ini tidak murni merupakan kitab hadits, tetapi merupakan perpaduan antara kitab fikih dengn kitab kitab fikih karena bahasannya berdasarkan pada bab-bab fikih yang juga menyertakan pendapat para sahabat, tabi’in, dan para ulama lainnya. Dan dikatakan sebagai kitab hadits, karena memang dalam halaman-halaman pembahasannya lebih dominan memuat hadits yang disertakan dengan sanad dari al-Baihaqi dibandingkan pendapat-pendapat yang lain. Rangkaian sanad yang terdapat dalam al-Sunan al-Shaghir berkisar antara 7 rawi sampai 9 hadits yang terdapat dalam kitab al-Sunan al-Shaghir terkadang dijelaskan kualitasnya oleh Imam al-Baihaqi, namun banyak yang tidak diberi demikian hadits-hadits yang belum dijelaskan kualitasnya oleh al-Baihaqi harus diteliti lagi kualitasnya. Dalam edisi cetakan Dar al-Fikr, Beirut tahun 1414 H, kitab ini dicetak dalam dua jilid. Jilid pertama meliputi biografi imam al-Baihaqi yang ditulis oleh muhaqqiq kitab Abdullah Umar al-Hasanain, dan 10 kitab pertama, mulai dari muqaddimah sampai al-Faraid. Sedangkan jilid kedua diawali dari kitab al-Nikah dan diakhiri dengan kitab Abdullah Umar al-Hasanain, setiap item tidak membedakan baik itu hadits ataupun non hadits diberi nomer dimulai dari dan non hadits yang terdapat dalam kitab tersebut disistemasi sesuai dengan bab-bab fikih dan dibagi menjadi 28 kitab. Tetapi, ada perbedaan sedikit dengan kitab al-Sunan al-Shaghir yang ditahqiq oleh, Abd al-Salam Abd al-Syafi dan ditakhrij oleh Ahmad Qibbani, cetakan Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah; tahun thn. 1412 H-1992 M, kitab yang sedang penulis bahas ini. Yaitu, dalam cetakan tersebut dituliskan juz-juznya, sedangkan pada cetakan Beirut Daral-Fikr tidak ada. Cetakan jilid pertama terdapat 10 Juz, dan jilid kedua terdapat 8 juz, yang terdiri dari 28 kitab, 692 bab, didalamnya terdapat 2005 hadits yang mempunyai sanad lengkap dan al-aqwal pendapat-pendapat dari para Ulama juga beberapa hadits-hadits yang tidak lengkap sanadnya. Sehingga bila diagabungkan semuanya menjadi 4883 campuran hadits dan non hadits. Penomeran hadits atu non haditsnya dimulai dari s/d 4883,. Sistematikanya bisa dilihat pada tabel berikut ini NO JUZ KE/JUMLAH JUZ NAMA KITAB JML BAB NO. HADITS/ NON HADITS Muqaddimah I Muqaddimah mushannif 3 1-18 1 I Al-Thaharah 22 19-224 2 II, III, IV Al-Shalat 29, 51, 38=118 225-956 3 IV, V Fadhail al-Qur’an 9, 4=13 957-1030 4 V Janaiz 16 1031-1187 5 V, VI Zakat 11, 6=17 1188-1318 6 VI Al-Shiyam 36 1319-1481 7 VII, VIII Al-Manasik 49, 8=57 1482-1910 8 VIII, IX Al-Buyu’ 45, 34=79 1911-2371 9 IX, X Al-Faraid 14, 12=26 2372-2446 10 X, XI Al-Nikah 36, 19=55 2447-2756 11 XI Al-Khulu’ wa al-Thalaq 18 2757-2876 12 XI, XII Al-Ila’ 18, 8=26 2877-3055 13 XII Al-Nafaqat 9 3056-3111 14 XII Al-Jirah 15 3112-3208 15 XII, XIII Al-Diyat 5, 8=13 3209-3379 16 XIII Qital Ahl al-Baghy 4 3380-3406 17 XIII Al-Murtad 4 3407-3433 18 XIII, XIV Al-Hudud 12, 7=19 3434-3619 19 XIV Al-Asyribah 16 3620-3758 20 XIV, XV Al-Siyar 9, 19=28 3759-4046 21 XV Al-Jizyah 10 4047-4145 22 XVI Al-Shaid wa al-Dzabaih 26 4146-4353 23 XVI, XVII Al-Aiman wa al-Nudzur 13, 6=19 4354-4477 24 XVII Adab al-Qadhi 10 4478-4537 25 XVII Al-Syahadat 11 4538-4713 26 XVIII Al-Da’awa wa al-Bayyinat 5 4714-4756 27 XVIII Al-Itq 8 4757-4820 28 XVIII Al-Makatib 9 4821-4883 BAB III KESIMPULAN Al-Baihaqi adalah seorang tokoh ahli hadits yang hidup pada masa kekacauan politik, yaitu ketika kekuasaan dan pusat peradaban Islam tidak lagi di kota Baghdad, melainkan sudah terdesentralisasikan kepada beberapa kota. Kitab al-Sunan al-Shaghir ditulis oleh al-Baihaqi dengan maksud sebagai bayan singkat atas madzhab ahl Sunnah wa al-Jama’ah dalam menerapkan dan mengamalkan syari’ah. Kitab ini merupakan perpaduan antara kitab fikih dengan kitab hadits. Hadits-hadits dalam kitab al-Sunan al-Baihaqi ini, sebagian dijelaskan kualitasnya. Hadits yang ia jelaskan kualitasnya, sebagian shahih sebagiannya lagi dha’if. Adapun bagian terbesar, hadits-haditsnya tidak jelaskan kualitasnya, sehingga untuk mengetahui kualitasnya perlu diteliti DAFTAR PUSTAKA Danarta, Agung dkk, Studi Kitab Hadis Sekunder. Yogyakarta Teras. 2009. Ash-Shiddiqi , Teungku Hasby, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis. Semarang PT. Pustaka Rizki Putra. 2011.
Namanyaadalah: Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Al-Khazraujirdi Al-Khurasani Al-Baihaqi. Baihaq sebenarnya adalah sekumpulan desa yang berada di kawasan provinsi Naisabur. Antara Baihaq dan Naisabur adalah jarak dua hari perjalanan dengan onta. Kelahiran beliau: Al-Baihaqi dilahirkan pada bulan Sya'ban tahun 384 H.
inimenunjukan bahwa Sunnah adalah wajib dijadikan Hujjah sebagaimana al-Quran, karena keduanya adalah Wahyu Allah Subhanahu wa ta' sejarah menunjukkan ada sebagian kelompok di kalangan umat Islam yang secara terang-terangan menolak hadis (al-sunnah) sebagai dasar pokok hukum agama (inkarus-sunnah), baik menolak secara keseluruhan, ataupun menolak sebagian darinya.
Imam al-Baihaqi terkenal sebagai orang yang cinta terhadap hadits dan fikih. JAKARTA - Imam al-Baihaqi adalah seorang imam, dai yang kuat pendirian, faqih, hafidz, ahli ushul fiqh yang cerdas, zahid, dan wara’. Akhlak ini ia jaga sampai meninggal. Ia adalah ahli hadits yang paling mampu menyatukan perbedaan paham. Ia cepat dalam memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang luar biasa. Salah satu ulama menyebut, al-Baihaqi adalah gunung dari gunung-gunung ilmu. Ia sering disebut sebagai Tali Allah karena dengan kecerdasannya berhasil menjembatani perbedaan pemikiran madzhab. Pengetahuan ilmu agama dan fikihnya sangat luas. Ia terkenal sebagai orang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam al-Baihaqi terkenal sebagai pakar ilmu hadits dan fikih. Ia adalah pencetus penulisan indeks mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli hadits. Imam al-Baihaqi hidup pada masa Daulah Abbasiyah. Tepatnya pada masa disintegrasi setelah Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran. Banyak daerah yang melepaskan diri dan membentuk kerajaan-kerajaan kecil. Ia hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu, kaum Muslimin terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan Kerajaan Romawi untuk menghancurkan Kerajaan Islam saat itu. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian. Nama lengkapnya Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn Ali ibn Abdullah ibn Musa al-Khusrauijrdi al-Baihaqi al-Khurasani. Ia lahir pada bulan Sya’ban 384 H September 994 M di Desa Khasraujird desa kecil di pinggiran kota Baihaq, Naisabur. Naisabur adalah salah satu kota utama di wilayah Khurasan Afghanistan. Sebuah wilayah yang banyak melahirkan banyak ulama. Imam al-Baihaqi memulai mencari ilmu dengan mengembara ke Khurasan, Irak, dan Hijaz. Dalam Siyar A’lam al-Nubala, Imam al-Dzahabi bercerita tentang perjalanan Imam al-Baihaqi dalam menuntut ilmu. Bahwa Imam al-Baihaqi ketika berusia 15 tahun telah mendengar dari Abu al-Hasan Muhammad bin al-Husain al-Alawi, sahabat dari Abu Hamid bin al-Syarqi dan beliau adalah guru yang paling awal Imam al-Baihaqi. Al-Baihaqi memperoleh ilmu dari para ulama yang mumpuni pada masa itu. Ia berkelana ke Irak, kota-kota sekitar Irak al-Jibal, dan ke Hijaz. Di antara yang ia pelajari adalah ilmu hadits, ilal al-hadits, dan fiqh. Ia berguru kepada kepada ulama-ulama terkenal dari berbagai negara. Di antara guru-gurunya adalah Imam Abul Hassan Muhammad bin al-Husain al-Alawi, Abu Abdillah al-Hakim pengarang kitab al-Mustadrak Ala al-Shahihain, Abu Tahir al-Ziyadi, Abu Abdur-Rahman al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali al-Ruthabari, Hilal ibn Muhammad al-Hafar, Ibnu Busran, al-Hasan ibn Ahmad ibn Farras, Ibnu Ya’qub al-Ilyadi, dan lain-lain. Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama di berbagai negeri Islam, Imam al-Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, Kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah diperolehnya selama mengembara. Ia mulai banyak mengajar. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam. Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah. Dia tidak pernah berjumpa dengan Musnad Ahmad ibn Hanbal Imam Hambali. Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas. Sejumlah kitab penting telah ditulisnya dan mempunyai nilai tinggi. Ia banyak menelorkan karya tentang hadits, fiqh, dan akidah. Di antara dari banyak karyanya adalah seperti al-Sunan al-Kubra, Ma’rifat al-Sunan wa al-Atsar, al-Mabsuth, al-Asma’ wa al-Shifat, al-I’tiqad, Dalail al-Nubuwwat wa Ma’rifat Ahwal Shahib al-Syari’ah, Syu’ab al-Iman, al-Da’wah al-Kabir, al-Zuhd al-Kabir, Isbat Azab al-Qabr wa Sual al-Malakain, dan Takhrij Ahadis al-Umm. Dalam karya-karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabad itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya. Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang. Di antara karya Imam al-Baihaqi, kitab yang paling terkenal adalah Sunan al-Shaghir. Kitab hadits ini berbeda dengan kitab-kitab sunan lain yang dikenal masyarakat. Titik bedanya adalah Sunan al-Shaghir ini ditulis pada abad ke-4 H. Oleh karena itulah, ia tergolong ulama mutaakhkhirin. Sunan al-Shaghir bukanlah ringkasan dari Sunan al-Kubra. Tidak semua hadits yang ada dalam Sunan al-Shaghir terdapat dalam Sunan al-Kubra. Demikian juga sebaliknya, meskipun memang sebagian besar hadits dalam Sunan al-Shaghir sudah ada dalam Sunan al-Kubra. Keunikan dari Sunan al-Shaghir adalah segmen pembaca yang diinginkan oleh Imam al-Baihaqi. Sunan al-Shaghir ditulis khusus diperuntukkan kepada pembaca yang sudah kuat dan lurus akidahnya. Sunan ini dimaksudkan sebagai bayan penjelasan terhadap persoalan-persoalan syariah yang sudah selesai bagi umat Islam yang sudah lurus akidahnya. Sunan al-Shaghir adalah kitab Sunan yang memadukan antara kitab fikih dan kitab hadits. Sunan al-Shaghir menggunakan sistematika fikih, sehingga ia disebut juga sebagai kitab fikih. Namun, ia juga disebut sebagai kitab hadits karena memang kitab ini didominasi pemuatan hadits Nabi dengan disertai sanad yang autentik. Ia pun memberikan penilaian tentang derajat hadits yang ia tulis dalam kitab ini, baik shahih maupun dhaif, meskipun banyak juga hadits yang tidak ia beri penilaian. Selain indeks tokoh hadits yang ditulis dalam banyak karyanya, Imam al-Baihaqi juga mewariskan banyak karya di atas, khususnya Sunan al-Shaghir, yang menjadi rujukan siapa pun yang belajar hadits. Warisan yang sangat berharga setelah ia wafat hingga kini. Imam al-Baihaqi meninggal pada hari Sabtu di Naisabur, Iran, tanggal 10 Jumadil Ula 458 H 9 April 1066 M pada usia 74 tahun. Jenazahnya dibawa ke kota kelahirannya, Baihaq, dan dimakamkan di sana. Penduduk Kota Baihaq berpendapat bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadits dan fikih seperti Imam Baihaqi. sumber Suara Muhammadiyah
AlMustadrak 'al Ash-Shahihain, karya Al-Hakim jilid 1 hal. 461 Sunan At-Tirmizy karya Al-Imam At-Tirmizy, jilid 5 hal. 455 yaitu dalam Bab Doa Hifzh. Al-Asma' wa As-Shifat karya Al-Baihaqi, jilid 2 hal. 108 dan beberapa kitab hadits lainnya. Berikut petikannya :
Dandiriwayatkan oleh Al-Baihaqi yang disanadkan kepada Bastar bin Al-Harits, hadits Aisyah yang menyatakan, "sebelum kamu melihat lendir putih" dan hadits Ummu Athiyah yang disebutkan dalam bab ini, bahwa maksud hadits Aisyah adalah saat wanita mendapatkan darah berwarna kuning atau keruh pada masa haid. Al Ijma Karya Ibnu Abdil Barr(H.R. Al Baihaqi, Zuhd Al Kabir, No. 384, hadits dari Jabir bin Abdullah. Al Baihaqi mengatakan: sanadnya Dhaif. Imam Khathib Baghdadi, Tarikh Baghdad, 6/171. Lihat Alauddin Muttaqi Al Hindi, Kanzul 'Ummal, No. 11260) Hadits ini juga dhaif, bahkan dengan kedhaifan yang parah. Lantaran dalam sanadnya terdapat beberapa perawi yang dhaif. NiZv.